Bermacam-macam hasil budaya dari
sebuah tanggung jawab. Berikut hasil budaya orang tua untuk mendidik anak sejak
usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab:
1. Memberi teladan yang baik.
Dalam
mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan
suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang
harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana
orangtua melakukan tugas semacam itu.
2. Tetap dalam pendirian dan teguh
dalam prinsip.
Dalam
hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan
segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi orangtua untuk memberikan suatu
perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh si anak. Janganlah sekali-kali
kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan anak, tetapi
nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian
orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa
tanggung jawab kepada anaknya.
3. Memberi anjuran atau perintah
hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua
dalam memberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan
dengan cukup jelas dan terperinci agar anak mengerti dalam melakukan tugas yang
dibebankan kepadanya.
4. Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua
hendaknya tetap memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah
dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak
yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan
pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya
besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak
tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua senang
menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan
tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan
dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5. Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua
selayaknya tidak patut terlalu banyak menuntut dari anak, sehingga dengan
sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi setahap, agar si anak dapat
menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.
Suatu kebiasaan yang keliru pada
orang tua dalam hal mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat
memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak
justru kurang diperhatikan. Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi
jagalah supaya kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan
hukuman itu benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan
lain, marahlah pada saat si anak memang perlu dimarahi.
Anak-anak
yang sudah mampu berespon secara tepat, adalah anak yang sudah mampu berfikir
dalam mendahulukan kepentingan pribadi. Dan anak seperti ini sudah tinggal
selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung jawab.
Pada
hakekatnya tanggung jawab itu tergantung kepada kemampuan, janganlah lantas
kita mengatakan bahwa anak yang berusia tujuh tahun itu tidak mempunyai
tanggung jawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik
terjatuh dari atas tembok. Sesungguhnya anak yang baru berusia tujuh tahun
tidak akan mampu melakukan hal seperti itu. Jelaslah bahwa beban tanggung jawab
yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan tingkat
kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua merasa perlu untuk lebih
jauh mengenal tentang kemampuan anaknya.
Dalam
memberikan anak suatu informasi tentang hal yang harus dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan adalah sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa
disalahkan bila ia tidak mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun
untuk sekedar memberitahu secara lisan, seringkali tidak cukup. Orangtua juga
harus bisa menjelaskan dengan contoh bagaimana caranya melakukan hal tersebut,
disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau
tidak boleh dilakukan.
Biasanya
kita cenderung untuk melihat rasa tanggung jawab dari segi- segi yang konkrit,
seperti: apakah tingkah lakunya sopan atau tidak; kamar anak bersih atau tidak;
apakah si anak sering terlambat datang ke sekolah atau tidak; dan sebagainya.
Seorang
anak bisa saja berlaku sopan, datang ke sekolah tepat pada waktunya, tetapi
masih juga membuat keputusan-keputusan yang tidak bertanggungjawab. Contoh
seperti ini seringkali kita jumpai terutama pada anak-anak yang selalu
mendapatkan instruksi atau petunjuk dari orangtua mengenai apa yang mesti
mereka kerjakan, sehingga mereka kurang mendapat kesempatan untuk mengadakan
penilaian sendiri, mengambil keputusan sendiri serta mengembangkan norma-norma
yang ada dalam dirinya.
Rasa
tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan.
Nilai-nilai tidak dapat diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh
anak dan menjadi bagian dari dirinya hanya melalui proses identifikasi, dengan
pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia
hormati serta berusaha meniru mereka. Contoh hidup yang diberikan orangtua,
akan menciptakan suasana yang diperlukan untuk belajar bertanggung jawab.
Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu memperkokoh pelajaran itu, sehingga
menjadi bagian dari watak dan kepribadian anak.
Jadi
jelaslah, bahwa masalah rasa tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali pada
orangtuanya sendiri, atau dengan kata lain terulang pada nilai-nilai dalam diri
orangtua, yaitu seperti tercermin dalam mengasuh dan mendidik anak.
Referensi:
http://doctorgila.blogspot.com/2012/01/kaitan-antara-hasil-budaya-dengan.html