ILMU TEKNOLOGI DAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Pembangunan yang berkelanjutan, diartikan sebagai pembangunan yang tidak
ada henti-hentinya dengan tingkat hidup generasi yang akan datang tidak boleh
lebih buruk atau justru harus lebih baik daripada tingkat hidup generasi saat
ini. Keberlanjutan pembangunan ini dapat didefinisikan dalam arti lunak yaitu
bahwa generasi yang akan datang harus berada dalam posisi yang tidak lebih
buruk daripada generasi sekarang. (Suparmoko dkk, 2007)
Menurut World Comission on Environment and Development (WCED),
pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ada 2 konsep kunci utama yaitu
kebutuhan (needs)yang sangat esensial untuk penduduk miskin dan perlu
diprioritaskan serta keterbatasan (limitation) dari kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. (Hadi, 2001)
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang
berkelanjutan pada hekekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan
antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Pembangunan berkelanjutan
tidak saja berkonsentrasipada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu,
pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup aspek kebijakan: pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan
berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi,
sosial dan lingkungan hidup. Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan
tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk
memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah
diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan
Berkelanjutan. (http://geo.ugm.ac.id)
a.
Prinsip demokrasi, menjamin agar pembangunan dilaksanakan
sebagai perwujudan kehendak bersama seluruh rakyat demi kepentingan bersama
seluruh rakyat.
b.
Prinsip keadilan, menjamin bahwa semua orang dan kelompok
masyarakat memperoleh peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan
serta ikut menikmati hasil-hasil pembangunan.
c.
Prinsip keberlanjutan, mengharuskan adanya rancangan
agenda pembangunan dalam dimensi visioner jangka panjang yang pada akhirnya
akan menunjang prinsip keadilan antar generasi.
Dalam pembangunan
berwawasan lingkungan terdapat syarat-syarat. Diantaranya adalah sebagai
berikut (Hadi, 2001: 6):
1.
Pembangunan itu sarat dengan nilai, dalam arti bahwa ia
harus diorientasikan untuk mencapai tujuan ekologis, sosial dan ekonomi
2.
Pembangunan itu membutuhkan perencanaan dan pengawasan
yang seksama pada semua tingkat
3.
Pembangunan itu menghendaki pertumbuhan kualitatif setiap
individu dan masyarakat
4.
Pembangunan membutuhkan pengertian dan dukungan semua
pihak bagi terselenggaranya keputusan yang demokratis
5.
Pembangunan membutuhkan suasana yang terbuka, jujur dan
semua yang terlibat senantiasa memperoleh informasi yang aktual
Kerangka
kerja kebijakan publik atau pembangunan akan ditentukan oleh beberapa variable.
Adapun variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut (Subarsono, 2005):
1.
Tujuan yang akan dicapai
2.
Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan
3.
Sumberdaya yang mendukung kebijakan
4.
Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan
5.
Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan
sebagainya
6.
Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, tabrakan kebijakan yang
memungkinkan dapat terjadi antara kebutuhan menggali sumberdaya alam untuk
memerangi kemiskinan dan kebutuhan mencegah terjadinya degradasi lingkungan
perlu dihindari serta sejauh mungkin dapat berjalan secara berimbang.
Pembangunan berkelanjutan juga mengharuskan pemenuhan kebutuhan dasar bagi
masyarakat dan adanya kesempatan yang luas kepada warga masyarakat untuk
mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik dengan tanpa mengorbankan
generasi yang akan datang.(Sutamihardja, 2004)
Metode kualitatif terdiri dari tiga cara pengumpulan data : (1)
wawancara mendalam, wawancara dengan format pertanyaan terbuka; (2) observasi
langsung; dan (3) pemanfaatan dokumen tertulis, termasuk sumber-sumber tertulis
dari hasil wawancara terbuka pada kuesioner, buku harian, dan catatan program.
Data wawancara terbuka terdiri dari kutipan langsung dari orang tentang
pengalaman, opini, perasaan dan pengetahuannya. Data hasil observasi terdiri
dari deskripsi mendalam mengenai kegiatan suatu program, perilaku para peserta,
aksi para staf dan interaksi antarsesama secara luas yang dapat menjadi bagian
dari pengalaman program. Dokumen diambil dari kutipan-kutipan yang dianalisis,
kutipan-kutipan, atau seluruh kalimat dari hasil rekaman, surat menyurat,
laporan resmi dan survey yang menggunakan pertanyaan terbuka. (Patton, 2006)
MUTU
LINGKUNGAN HIDUP DAN RESIKONYA
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka
Pemerintah Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab dalam memelihara kelestariannya. Untuk
mengantisipasi berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah merumuskan interpretasi kewenangan
pengelolaan lingkungan hidup menurut UU tersebut.
Secara umum, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, yaitu:
·
Kewenangan Pusat
·
Kewenangan Propinsi
·
Kewenangan Kabupaten/Kota
1 Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)
Yang dimaksud dengan
limbah B3 disini adalah “setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan
/atau beracun yang karena sifat dan /atau konsentrasinya dan /atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan /atau mencemarkan
lingkungan hidup dan /atau membahayakan.” Dampak yang ditimbulkan oleh limbah
B3 yang dibuang langsung ke lingkungan sangat besar dan dapat bersifat
akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai mengikuti proses
pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai makanan. Mengingat
besarnya resiko yang ditimbulkan tersebut maka pemerintah telah berusaha untuk
mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
2
Misi Pengelolaan Limbah B3
Mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin ditimbulkannya limbah B3 dan
mengolah limbah B3 dengan tepat sehingga tidak menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan terganggunya kesehatan manusia.
3
Strategi Pengelolaan Limbah B3
· Mempromosikan
dan mengembangkan
Teknik
minimisasi limbah melalui teknologi bersih, penggunaan kembali, perolehan
kembali, dan daur ulang.
1.
Meningkatkan kesadaran masyarakat.
2.
Meningkatkan kerjasama antar instansi, baik di pusat,
daerah maupun internasional, dalam pengelolaan limbah B3.
3.
Melaksanakan dan mengembangkan peraturan
perundang-undangan yang ada.
4.
Membangun Pusat-pusat Pengolahan Limbah Industri B3
(PPLI-B3) di wilayah yang padat industri
4
Pengelolaan Limbah Industri (B3) Oleh Pemerintah
Untuk mencapai sasaran dalam pengelolaan limbah perlu di buat dan
diterapkan suatu sistem pengelolaan yang baik, terutama pada sektor-sektor
kegiatan yang sangat berpotensi menghasilkan limbah B3. Salah satu sektor
kegiatan yang sangat berpotensi menghasilkan limbah B3 adalah sektor industri.
Sampai saat ini sektor industri merupakan salah satu penyumbang bahan pencemar
yang terbesar di kota-kota besar di Indonesia yang mengandalkan kegiatan
perekonomiannya dari industri. Untuk menghindari terjadinya pencemaran yang
ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan suatu sistem yang baik untuk
melakukan pengawasan dan pengelolaan limbah industri, terutama limbah B3-nya.
Pengawasan limbah B3 adalah suatu upaya yang meliputi pemantauan penataan
persyaratan serta ketentuan teknis dan administrative oleh penghasil,
pemanfaat, pengumpul, pengolah termasuk penimbun limbah B3. Sedangkan yang
dimaksud pemantauan di sini adalah kegiatan pengecekan persyaratan-persyaratan
teknis administratif oleh penghasil, pengumpul,
pemanfaat,
pengolah termasuk penimbun limbah B3.
Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan
Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP- 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana
Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah, maka
pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dapat dikelompokkan kedalam
tiga kewenangan, yaitu kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat II, kewenangan
Pemerintah Daerah Tingkaat I dan kewenangan Bapedal.
5 Resiko Lingkungan Hidup
· Pencermaran (Poilotion), pencemaran
yang kini dirasakan bersamaan erat dengan teknologi mekanisme,inclustrialismi dan pola-pola hidup yang mewah dan
konsurntif, MasaIah pencemaran timbul bilamana suatu zat atau energi dengan
tingkat konsentrasi yang demikian rupa hingga dapat mengubah kondlisi
lingkungan, baik langsung atau tidak langsung, dan pada akhirnyal lingkungan
tidak lagi berfungsi sebagairnana rnestinya.
1)
Timbul Berbagai Penyakit
2)
Pemanfaatan secara tidak terkendali
Masalah selanjutnya yaitu
rusaknya tata lingkungan ini rnprupakan darnpak dari tingkah Iaku rnanusia
dalam mengeksploitasi dan menggunakan sumber-sumber daya alam secara tidak
seimbang (over stress). Disadari atau tidak, kenyataan ini dapat dilihat
melalui praktek-praktek masyarakat, seperti penebangan hutan sampai gundul,
pemanfaatan ekosistim pantai, penangkapan ikan laut sampai rnelampaui batas
konservasinya.
1.
Kepadatan Penduduk
2.
Meurunya Populasi Flaura dan Fauna
3.
Ketidak Seimbangan Ekosistem
KESADARAN
LINGKUNGAN
Menurut Prof, Otto Soemarwoto, masalah lingkungan sudah ada sejak pertama kali
bumi ini tercipta. Ahli ekologi ini menghubungkannya dengan kejadian yang
dikisahkan dalam kitab Suci Injil dan Qur'an, di mana peristiwa air bah pada
jaman nabi Nuh adalah sebuah masalah lingkungan. Runtuhnya peradaban
Mesopotamia teIah dinilai sebagai sebab dari masalah lingkungan, yaitu adanya
proses salinasi yang tinggi dari air sungai Tigris dan Euphrat, yang
menyebabkan rusaknya lahan - lahan pertanian. Akan tetapi karena waktu itu
tingkat frekuensi atau intensitas masalah tersebut belum begitu banyak dan
populer, maka masyarakat menganggap hal itu sebagai sesuatu yang kurang
berarti,
Namun dengan sernakin majunya peradaban rnanusia, lebih-lebih setelah
lahirnya revolusi industri di Inggris, maka mulailah masalah lingkungan
dirasakan dan dibicarakan. Dasawarsa tahun 1970-an merupakan awal permasalahan
lingkungan secara global yang ditandai dengan dilangsungkannya Konferensi
Stockholm tahun 1972 yang membicarakan masalah lingkungan (UN Conference on
the Human Environment, UNCHE). Konferensi yang diselenggarakan PBB ini
berlangsung dari tanggal 5 — 12 Juni 1972, dan dihadiri oleh berbagai negara
dan organisasi-organisasi internasional. Tanggal 5 Juni akhirnya ditetapkan
sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Pada 1987 terbentuk sebuuah komisaris
dunia yang disebut dengan Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (World ComrrfilSion on Environment
ond Development) yang
diketuai oleh Gra Harlem Brudfland yang rnelaporkan tentang masalah-masalah
pernbangunan dan lingkungan, yang lazim disebut laporan Brundtland (Orundtland Report) yang kemudian melahirkan konsepsustainable
development, yang kita sebut dengan pembangunan berkelanjutan. Konsep ini
diartikan sebagai pembangunan yang bertujuan memenuhi kebutuhan sekarang dengan
tidak mengurangi kemampuan generasi akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam rangka tindak lanjut konsep ini, timbul pikiran-pikiran kritis
berupa syarat at-au kondisi terlaksananya konsep sustainable development.
Diyakini banyak pihak bahwa tidak mudah melaksanakan konsep ini, terutama bila
dikaitkan dengan bagaimana menghilangkan pertentangan lingkungan hidup dengan
pernbangunan. Isu pertentangan lingkungan dengan pembangunan masih belum bisa
diselesaikan tuntas, sekali pun hal demikian kembali muncul dalam Konferensi
Lingkungan Hidup yang dilangsungkan di Rio de Janeiro pada Juni 1992 (LIN Conference
on Environment). Bahkan dalam konfrensi linkungan hidup yang yang berlangsung
di Johannesburg pada 1 – 4 September 2002, yang disebut dengan world summit on sustainnable
Development (WSSD), pertentangan
demikian masih muncul meskipun dengan versi penekanan yang berbeda dari
sebelumnya.
HUBUNGAN
LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan yang erat saling terkait
dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pembangunan dalam hal ini berupa
kegiatan usaha maupun kegiatan untuk hajat hidup orang banyak, membutuhkan
faktor lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial sebagai unsur
produksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan alam menjadi
pemasok sumberdaya alam yang akan diproses lebih lanjut guna memenuhi kebutuhan
manusia, sedangkan lingkungan sosial menyediakan sumberdaya manusia sebagai
pelaku pembangunan. Sebaliknya lingkungan membutuhkan pembangunan untuk bisa
memberikan nilai guna atau manfaat yang dapat diukur secara ekonomi. Demikian
pula lingkungan sosial juga membutuhkan pembangunan guna mendapatkan manfaat
untuk kehidupan yang lebih baik. Kegiatan pembangunan yang menghasilkan
berbagai produk baik barang dan jasa telah memberikan manfaat bagi
kesejahteraan, kemudahan, dan kenyamanan bagi kehidupan manusia diberbagai
bidang. Namun demikian, dalam kaitan dengan lingkungan alam, ancaman datang
dari dua sumber yakni polusi dan deplesi sumberdaya alam. Polusi berkaitan
dengan kontaminasi lingkungan oleh industri, sedangkan deplesi sumberdaya alam
bersumber dari penggunaan sumber sumber yang terbatas jumlahnya.
Pertumbuhan pembangunan di satu sisi akan memberikan kontribusi positif
terhadap taraf hidup masyarakat. Namun di sisi lain akan berakibat menurunnya
fungsi lingkungan. Alih fungsi lahan untuk pembangunan secara langsung akan
mengurangi luas lahan hijau, baik lahan pertanian maupun kawasan hutan yang
merupakan penghasil oksigen. Sementara meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil
sebagai sumber energi justru menyumbang gas karbon yang akhirnya berdampak pada
perubahan iklim yang terjadi karena efek rumah kaca. Kontradiksi antara
kepentingan pembangunan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan ini
memerlukan upaya dan langkah nyata agar keduanya dapat dilakukan secara
seimbang dan harmonis, sesuai amanat pembangunan berkelanjutan yakni
pembangunan dengan memperhatikan tiga pilar utama yakni ekonomi, lingkungan,
dan sosial.
1.
Pertimbangan Proyek Pembangunan
Kerugian-kerugian dan perubahan-perbahan terhadap lingkungan perlu
diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu
proyek pembangunan. Itulah sebabnya dala setiap usaha pembangunan,
ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan,
sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen
hasil pembangunan tersebut.
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil
keputusan-keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber
kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan
sumber kekayaan alam termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan
alam tersebut. Bagaiaman cara pengelolaannya apakah secara traditional atau memakai
teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan
terhadap memburuknya lingkungan serta kemungkinan menghentikan perusakan
lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya. Hal-hal
tersebut di atas hanya merupakan sebagian dari daftar persoalan, atau
pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian dengan setiap proyek
pembangunan. Juga sekedar menggambarkan masalah lingkungan yang konkret yang
harus dijawab. Setelah ditemukan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan
tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan
pebangunan, baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor
perlindungan lingkungan hidup manusia.
2.
Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan lingkungan hidup adalah berubahnya kualitas sifat-sifat
lingkungan hidup yang mengakibatkan fungsi lingkungan hidup dalam meningkatkan
kehidupan menjadi berkurang. Berubahnya kualitas lingkungan hidup
disebabkan oleh proses alam dan dapat pula oleh perbuatan manusia. Beberapa bentuk kerusakan lingkungan
yang dilakukan oleh manusia diantaranya :
a.
Penebangan hutan untuk keperluan pemukiman, lahan
pertanian, perkebunan. Penebangan yang tanpa memperhatikan untung ruginya dapat
mengakibatkan longsor, banjir dan kekurangan cadangan air.
b.
Adanya urbanisasi secara besar-besaran sehingga kota
menjadi padat yang mengakibatakan menurunnya kualitas lingkungan dan dapat
menjadi rusak.
c.
Penangkapan ikan dilaut atau sekitar pantai secara
besar-besaran dengan menggunakan bahan peledak yang merusak terumbu karang yang
merupakan tempat hidup ikan.
d.
Penambangan mineral tanpa memperhatikan kelestarian
lingkungan, seperti hutan dan tanah disekitarnya menjadi rusak.
REFERENSI
Fauzi,
A, 2004, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Hadi,
Sudharto P, 2001, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
Keraf,
A. Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Kompas, Jakarta
Patton,
Michael Quinn, 2006, Metode Evaluasi Kualitatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Santoso,
Budi.1999.”Ilmu Lingkungan Industri”,Universitas Gunadarma. Depok.
Siahaan,
nommy. 2004. Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan. Erlangga: Jakarta.
Suparmoko.
M & Suparmoko. R. Maria, Ekonomika Lingkungan, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta
Sutamihardja,
2004, Perubahan Lingkungan Global, Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana, IPB
Subarsono,
2005, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/sri_purwaningsih.pdf
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/askar_jaya.pdf
http://geo.ugm.ac.id/archives/125
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar