Selasa, 16 Juni 2015

SUMBERDAYA ALAM


A.      Pengertian SDA
            Sumberdaya alam (SDA) berarti sesuatu yang ada di alam yang berguna dan mempunyai nilai dalam kondisi dimana kita menemukannya. Tidak dapat dikatakan SDA apabila sesuatu yang  ditemukan tidak diketahui kegunaannya sehingga tidak mempunyai nilai, atau sesuatu yang berguna tetapi tidak tersedia dalam jumlah besar dibanding permintaannya sehingga ia dianggap tidak bernilai. Secara ringkasnya, sesuatu dikatakan SDA apabila memenuhi 3 syarat yaitu: 1) sesuatu itu ada, 2) dapat diambil, dan 3) bermanfaat. Dengan demikian, pengertian SDA mempunyai sifat dinamis, dalam arti peluang sesuatu benda menjadi sumberdaya selalu terbuka. Pemahaman mengenai SDA akan semakin jelas jika dilihat menurut jenisnya. Berdasarkan wujud fisiknya, SDA dapat dibedakan menjadi 4 klasifikasi yaitu :
1.      Sumberdaya Lahan
2.      Sumberdaya Hutan
3.      Sumberdaya Air
4.      Sumberdaya Mineral
            Sedangkan berdasarkan proses pemulihannya, SDA dibedakan menjadi 3 klasifikasi (Alen, 1959), yaitu :
1.      Sumberdaya alam yang tidak dapat habis (inexhaustible natural resources), seperti : udara, energi matahari, dan air hujan.
2.      Sumberdaya alam yang dapat diganti atau diperbaharui dan dipelihara (renewable resource), seperti: air di danau/sungai, kualitas tanah, hutan, dan margasatwa.
3.      Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources/ irreplaceable atau stock natural resources ), seperti : batubara, minyak bumi, dan logam.
            Dalam penggunaannya, SDA yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui dapat saling melengkapi (komplementer), saling menggantikan (substitusi) atau dapat bersifat netral. Kajian tentang hubungan di antara berbagai penggunaan SDA ini akan sangat bermanfaat pada saat membahas masalah kebijaksanaan dalam pengelolaan SDA. Ruang lingkup SDA mencakup semua pemberian alam di bawah atau di atas bumi baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pengertian SDA meliputi semua sumberdaya dan sistem yang bermanfaat bagi manusia dalam hubungannya dengan teknologi, ekonomi, dan keadaan sosial tertentu. Definisi ini berkembang dan sekarang mencakup sistem ekologi dan lingkungan. Setelah lepas dari alam dan dikuasai oleh manusia, maka sumberdaya tersebut disebut barang-barang sumberdaya (resource commodity). Dari definisi tersebut menjadi jelas bahwa yang kita ketahui mengenai SDA tergantung pada keadaan yang kita warisi, tingkat teknologi saat ini maupun yang akan datang serta kondisi ekonomi maupun preferensi pasar (Howe, 1979).

B.       Pengelolaan SDA
            Prinsip umum dalam ilmu ekonomi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan umat manusia yang cenderung tidak terbatas dengan ketersediaan sumberdaya yang terbatas atau langka. Kelangkaan SDA ini merupakan salah satu faktor utama dalam kajian ekonomi yang berwawasan lingkungan dan karena faktor kelangkaan itu pula maka dibutuhkan pengelolaan SDA secara arif dan bijaksana. Tingkat ketersediaan dan kelangkaan sumberdaya memberikan indikasi tentang bagaimana seharusnya mengelola sumberdaya yang langka dimaksud agar tidak mengancam kelestariannya dengan tanpa dan atau meminimalkan terjadinya degradasi lingkungan. Macam dan karakterisasi sumberdaya tidak hanya menggambarkan bagaimana pentingnya sumberdaya tersebut tetapi yang lebih penting adalah bagaimana sebaiknya sumberdaya itu dikelola agar memenuhi kebutuhan ummat manusia tidak hanya masa kini, tapi juga masa yang akan datang. Ada 4 (empat) hal yang perlu dicatat dalam mengelola SDA (Irawan, 1992):
1.    Biaya pengambilan/ penggalian semakin tinggi dengan semakin menipisnya persediaan SDA tersebut
2.    Kenaikan dalam biaya pengambilan/penggalian SDA akan diperkecil dengan diketemukannya deposit baru serta adanya teknologi baru
3.    Sebidang tanah tidak hanya bernilai tinggi karena adanya sumberdaya mineral yang terkandung di dalamnya, tetapi juga karena adanya “opportunity cost ” berupa keindahan alam itu.
4.    Juga perlu diingat dan dibedakan antara penggunaan sumberdaya yang bersifat dapat dikembalikan lagi dan penggunaan sumberdaya yang tak dapat dikembalikan ke keadaan semula (irreversible).
            Sumberdaya yang menjadi perhatian utama dalam literatur ekonomi lingkungan adalah sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu alokasi yang dinamik dari waktu ke waktu adalah penting untuk menjamin alokasi sumberdaya yang berkelanjutan, diikuti dengan upaya-upaya lain yang bisa menekan kehabisan sumberdaya. Disamping usaha alokasi yang berkelanjutan tersebut, kelangkaan sumberdaya mempunyai peluang untuk diatasi yaitu paling tidak melalui 4 cara yaitu (Yakin, 1997: 37):
1) eksplorasi dan penemuan
2) kemajuan teknologi
3) penggunaan sumberdaya substitusi
4) pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycling).
C.   Tinjauan Pengelolaan SDA menurut UUNomor 22 Tahun 1999
            Sebagaimana telah dijelaskan bahwa semenjak telah diberlakukannya Undan gundang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah, kewenangan daerah adalah mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Khusus mengenai pengelolaan SDA, maka kewenangan daerah adalah mengelola sumberdaya Nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan batasan kewenangan daerah pengelolaan SDA tersebut, maka pengertian pengelolaan SDA adalah mencakup kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan rehabilitasi SDA.

C.      Konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan (Sustainable Development )
            Dalam konsep dasar pembangunan berwawasan lingkungan (PBL) ada dua aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan (ecology, the environment) dan pembangunan (development). Dalam perkembangannya, konsep PBL ini telah melahirkan pemikiran yang cukup variatif sesuai dengan konteks dan kepentingan tertentu. Namun demikian, secara umum konsep ini mengacu pada bagaimana mengharmoniskan dua kepentingan, yaitu pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dan sumberdaya. Bahkan Redcliff (1991) berpendapat bahwa konsep tentang PBL ini masih sangat kabur, paling tidak dilihat dari bagaimana mengimplementasikannya (sisi praktis).
            Selanjutnya, definisi tentang PBL yang populer adalah seperti yang dikemukakan pada “Brundtland Report“, Our Common Future (WCED, 1987) yaitu: Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu proses perubahan dalam mana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, perubahan institusi adalah semua berada dalam keselarasan dan meningkatkan potensi masa kini dan yang akan datang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi harus berjalan selaras dengan kepentingan lainnya sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya memenuhi kepentingan generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang.

PERANAN SDA DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH

            Sebagaimana Teori Rostow, pertumbuhan ekonomi yang menuju kematangan (drive to maturity) memerlukan peranan leading sector. Leading sector biasanya bertumpu pada sektor primer yang berciri ekstraktif. Contohnya adalah tambang minyak bumi sebagai sektor primer yang berperan penting dalam tahap awal pembangunan ekonomi Indonesia.Begitupula halnya dengan kasus di Kabupaten-Kabupaten Di Jawa Barat, peranan sektor primer (sektor pertanian, pertambangan dan galian) dalam pembangunan ekonomi daerah tidak dapat diabaikan. Selama kurun satu decade terakhir, kontribusi sektor primer masih merupakan yang dominan yaitu berkisar walaupun secara agregat Share terhadap PDRB Kabupeten masih kecil.

A.      Kendala Pengembangan SDA Daerah
1.        Masalah kebijakan/ peraturan pengelolaan SDA
            Selama ini, masalah utama yang paling menghambat dalam pengembangan SDA Daerah adalah adanya kebijakan pengelolaan SDA secara terpusat. Walaupun pada awalnya kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meratakan hasilhasil pembangunan sehingga daerah yang kaya SDA  dapat memberikan subsidi kepada daerah yang miskin SDA, namun pada kenyataannya banyak daerah yang merasa tidak puas dan menuntut adanya pembagian hasil secara adil dan proporsional. Beberapa contoh mengenai hal di atas adalah:
a.       perlunya batasan mengenai hak penguasaan pengelolaan SDA, seperti lahirnya PP Nomor 6 Tahun 1998 yang mengatur tentang batasan luas konsesi (hak penguasaan hutan) yaitu 100.000 Ha/ Propinsi atau 400.000 Ha/Nasional.
b.      Ijin pengelolaan SDA, antara lain seperti ijin HGU 200 Ha oleh BPN, ijin HPH oleh Dephut, dan ijin kuasa pertambangan oleh Ditjen Pertambangan Umum, dan lainlain. Disamping itu, masalah kebijakan pengelolaan SDA yang juga perlu diperbaiki adalah mengenai upaya pemberdayaan para pengusaha kecil, koperasi dan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa ternyata dalam krisis ekonomi saat ini yang masih banyak bertahan adalah ekonomi rakyat yang mengandalkan kepada sektor-sektor primer skala kecil.
2.        Masalah Ketersediaan dan Kelangkaan SDA
            Pada dasarnya ketersediaan sumberdaya itu terbatas dan langka sifatnya baik dalam dimensi waktu maupun ruang. Kelangkaan itu bisaterjadi karena terbatasnya ketersediaan SDA pada suatu tempat sehingga tidak memenuhi kebutuhan lokal atau wilayah tertentu. Konsep kelangkaan sumberdaya ini adalah sangat bermanfaat sebagai dasar dalam menganalisis tingkat produksi dan konsumsi yang optimal sehingga memenuhi kebutuhan manusia kini dan masa datang. Tingkat alokasi sumberdaya yang dinamis dalam konteks analisa ekonomi lingkungan berpijak dari konsep kelangkaan ini. Kelangkaan sumberdaya baik SDA yang tidak bisa diperbaharui maupun SDA yang bisa diperbaharui pada dasarnya bisa diperkirakan melalui indikator fisik dan indikator ekonomi (Tietenberg, 1992).
            Indikator fisik adalah menyangkut ketersediaan sumberdaya secara fisik. Jika secara fisik, ketersediaan SDA melimpah, maka SDA tersebut dikatakan belum langka. Sebaliknya, jika ketersediaan fisiknya sedikit, maka SDA tersebut langka adanya. Sedangkan Indikator ekonomi ditentukan oleh 4 kriteria yaitu:
1) harga sumberdaya
2) nilai kelangkaan marjinal (scarcity rent )
3) Biaya penemuan marjinal
4) biaya ekstraksi marjinal.
            Meningkatnya kebutuhan manusia akibat pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu faktor penting kenapa usaha-usaha untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya menjadi sangat penting. Kemampuan daerah dalam mengatasi
kelangkaan sumberdaya merupakan salah satu upaya penting dan strategis menuju ke pembangunan berkelanjutan. Kelangkaan sumberdaya, jika diupayakan untuk diatasi secara sungguh-sungguh, paling tidak ada empat cara utama, yaitu:
1) Eksplorasi dan penemuan
2) kemajuan teknologi
3) penggunaan sumberdaya substitusi
4) pemanfaatan kembali dan daur ulang.
3.    Masalah Lingkungan Hidup
            Masalah lingkungan hidup yang sangat menonjol adalah timbulnya polusi akibat pemanfaatan SDA, disamping masalah degradasi lingkungan lain seperti semakin berkurangnya potensi air tanah dan lahan. Semakin cepat pembangunan daerah biasanya diikuti dengan polusi yang semakin besar. Sebagai contoh, adanya pembangunan suatu proyek baru pasti akan merusak/ mengubah keadaan yang ada sebelumnya dan juga memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini disebut “externalities ”, yang terdiri dari “external economies “ dan “external diseconomies “. External economies merupakan dampak positif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan sehingga menguntungkan bagi lingkungan di luar kegiatan itu. Sebaliknya External diseconomies merupakan dampak negatif yang timbul dari adanya suatu kegiatan. Hal yang sangat menonjol mengenai external diseconomies yang kemudian menjadi external cost itu adalah polusi atau pencemaran udara. Si produsen polusi biasanya tidak pernah menghitung dan memasukkan dalam komponen biaya produksi pengorbanan atau penderitaan masyarakat sekitarnya karena adanyapolusi tersebut, sehingga harga barang produksinya pun tidak menjadi terlalu mahal. Lain halnya dengan Pemerintah yang selalu berusaha membuat masyarakatnya lebih sejahtera, Pemerintah memandang polusi itu sebagai biaya masyarakat (social cost ) yang harus dihindari atau dibatasi. Untuk itu, Pemerintah dapat secara langsung campur tangan dengan mengharuskan pemasangan alat-alat untuk mengurangi polusi atau Pemerintah dapat mengenakan pajak yang tinggi agar polusi itu tidak banyak dihasilkan. Cara pengenaan pajak akan lebih efektif karena menyangkut masyarakat yang luas, sedangkan campur tangan Pemerintah secara langsung menghendaki pengamatan yang cermat dan ketat terhadap masingmasing kegiatan polusi.
4.        Masalah Penguasaan Teknologi dalam Penggunaan SDA
            Penggunaan SDA dan peranan yang dimainkannya dalam meningkatkan standar hidup, tergantung antara lain pada bentuk penyesuaian diri manusia atas alam sekitarnya yaitu perubahan teknologi. Seperti halnya di negaranegara sedang berkembang, umumnya sumber-sumber daya alam belum banyak digunakan, karena kurangnya pengetahuan teknik. Termasuk dalam kaitan ini adalah penguasaan teknologi untuk tujuan inventarisasi SDA dan penyusunan neraca SDA dan lingkungan yang sangat berperan dalam menerapkan kebijakan pengelolaan SDA secara bijaksana.
5.         Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Penggunaan SDA
            Nilai penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber alam dipengaruhi oleh keadaan-keadaan dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat pra-industri (belum mengalami kegiatan industri) misalnya, masyarakat itu dipandang oleh penduduknya sebagai sesuatu yang misterius dan belum dapat dimengerti. Kebutuhan-kebutuhan akan materi terbatas pada kebutuhan yang pokok. Dalam kebudayaan semacam itu manusia belum berfikir untuk menggunakan atau mengeksploitasi sumber-sumber alam yang ada. Sebaliknya dalam masyarakat industri atau yang telah maju, sikap masyarakat itu adalah agresif dan ingin menguasai alam. Sumber-sumber ditemukan, diperkembangkan, dan dikuasai untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Pengetahuan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam masyarakat tersebut. Disamping itu, kepercayaan yang ada dalam masyarakat kadang-kadang juga menghambat konsumsi tertentu. Misalnya bagi orang Yahudi dan Islam, mereka tidak makan daging babi; orang Hindu tidak makan daging sapi.          Kepercayaan semacam itu mungkin akan memaksa pembagian selanjutnya faktor kepercayaan ini akan menghalangi mereka untuk bergerak dari sektor pertanian ke sektor industri. Sebagai misal, ada sebuah pabrik kepunyaan bangsa Indonesia keturunan Cina dan mungkin hanya akan mempekerjakan buruh keturunan Cina saja, alasannya bukan karena ini satu bahasa atau setia kawan misalnya, tetapi sukar sekali bila menggunakan buruh penduduk asli yang beragama Islam yang tidak memakan daging babi.
6.        Keadaan ekonomi yang membatasi penggunaan SDA
            Seperti telah dijelaskan bahwa faktorfaktor khusus dalam kebudayaan yang berbeda dapat menghambat kemajuan perekonomian dalam arti penggunaan sumber alamnya. Diantara faktor-faktor khusus yang ada dalam masyarakat itu mungkin sekali terdapat keadaan perekonomian yang menyebabkan adanya perbedaan antara penggunaan yang optimum dan penggunaan yang sebenarnya daripada sumber-sumber itu. Dengan kata lain, mungkin sekali keadaan ekonomi dapat menghambat penggunaan optimum dari sumbersumber alam itu, misalnya (Irawan, 1992) :
a.    Tidak tersedianya faktor-faktor lain
     Bahwa sumber-sumber alam bisa saja akan tetap berada di tempatnya ataupun tidak digunakan karena tidak tersedianya faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk mengerjakannya atau ada tetapi telah digunakan untuk hal-hal yang kurang produktif.
b.    Organisasi yang kurang baik
     Kemajuan hanya sedikit dapat dicapai karena tidak mempunyai pengorganisir komunikasi yang efektif
c.    Distribusi yang tidak baik
     Tidak adanya sistem distribusi yang baik, misalnya transportasi yang baik, pengawasan pasar dan sebagainya akan menghalangi hasil panen yang maksimum.
d.   Bentuk pasar yang tidak tepat
     Bentuk organisasi pasar dapat juga mempengaruhi penggunaan SDA. Adanya monopoli dan peraturanperaturan pemerintah misalnya dapat menghalangi berdirinya industri-industri lokal yang menggunakan bahan-bahan mentah dalam negeri.
e.    Perubahan-perubahan biaya
     Pada umumnya setiap sumber alam yang diketemukan akan dapat dieksploitir secara ekonomis asalkan biaya-biaya ekspolitasi (menggali) dan sebagainya diharapkan dapat terbayar.
f.     Ketergantungan pada ekspor
     Bagi negara-negara sedang berkembang pada umumnya, perbandingan antara ekspor dan pendapatan nasional adalah tinggi. Pembelanjaan dan penerimaan pemerintah sebagian terbesar tergantung pada ekspor. Karena itu, harus diusahakan disamping menambah banyaknya sumber alam juga menambah macam sumber alam yang dimiliki, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan ekspor.

B.       Alternatif Konsep Pengelolaan SDA
1.         Produk Domestik Regional Bruto sebagai Indikator Pertumbuhan
            Telah disepakati bahwa untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi suatu daerah digunakan indikator pendapatan atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Semakin tinggi indikator PDRB per kapita semakin makmur daerah tersebut. Lebih tepat lagi apabila yang digunakan sebagai indicator kemakmuran adalah nilai pendapatan Netto per kapita yaitu setelah penyusutan barang-barang capital buatan manusia diperhitungkan. Namun demikian, perkembangan terakhir dalam konsep penghitungan atau penyusunan Neraca Nasional/Daerah untuk mendapatkan indicator kemakmuran perlu diperhitungkan penyusutan SDA dan menurunnya mutu lingkungan. Hal ini dapat diterima oleh akal sehat, bahwa apabila nilai pendapatan Netto tidak atau belum dikurangi penyusutan SDA, akan mencerminkan nilai pendapatan yang semu karena menyusutnya modal alam (natural capital) yang berarti menyusutnya kemampuan daerah yang bersangkutan dalam menghasilkan barang dan jasa di kemudian hari. atau dengan kata lain akan menyebabkan penurunan pendapatan.
            Untuk memperoleh nilai pendapatan daerah yang sudah disesuaikan dengan penyusutan SDA, maka perlu dibuat neraca SDA dan lingkungan (natural resource and environmental accounting). Dalam neraca SDA ini biasanya disajikan niali cadangan awal, pertumbuhan, pengambilan, dan kerusakan serta cadangan akhir. Pendekatan ini merupakan pendekatan kesejahteraan. Namun demikian, karena umumnya sulit untuk mengetahui besarnya nilai cadangan awal, maka pendekatan pendapatan yang digunakan hanya mencatat besarnya pengambilan SDA, pertumbuhan dan kerusakannya. Secara keseluruhan penyusunan neraca SDA dan lingkungan akan sangat berguna untuk penyusunan kebijakan dalam pengelolaan SDA guna dikaitkan dengan kebijakan pembangunan yang mengejar pertumbuhan ekonomi.
2.        Prinsip Dasar Penggunaan SDA Secara Bijaksana
            Penerapan konsep pengelolaan SDA secara terpadu pada dasarnyamemerlukan beberapa prinsip dasar dalam penggunaan SDA. Prinsip dasar tersebut didasarkan atas penjabaran ketentuan yang diatur baik dalam TAP MPR hasil Sidang Istimewa Tahun 1998 maupun dalam UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004. Beberapa prinsip dasar tersebut antara lain :
a.    Menjaga produktivitas (sesuai dengan TAP MPR No. X/MPR/1999 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan yang berbunyi: mendayagunakan potensi ekonomi dari sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan termasuk pengamannya untuk meningkatkan ekspor)
b.    Memperhatikan kelestarian atau sustainability
c.    Menganggap SDA sebagai asset dalam proses pembangunan, bukan sebagai faktor produksi
d.   Manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan SDA digunakan untuk investasi
3.         Inventarisasi SDA secara Menyeluruh dan Terkoordinasi
            Kegiatan inventarisasi SDA adalah salah satu aktivitas untuk mengetahui data dan informasi mengenai jenis, potensi dan sebaran SDA di suatu daerah tertentu. Dengan kata lain, kegiatan inventarisasi SDA merupakan langkah awal dalam rangka melakukan evaluasi SDA yang terdapat di suatu daerah. Ketersediaan data dan informasi mengenai keberadaan SDA tersebut sangat diperlukan sebagai bahan input bagi perencana didalam mengelola SDA demi terjaminnya pembangunan daerah secara berkelanjutan.
            Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai jenis, potensi dan sebaran SDA tersebut diperlukan kerjasama seluruh dinas/instansi yang terkait dalam pengelolaan SDA sehingga merupakan suatu kegiatan yang terpadu. Sesuai dengan penjelasan mengenai klasifikasi SDA, maka kegiatan inventarisasi SDA yang dimaksud meliputi:
o  Inventarisasi SDA Lahan
o  Inventarisasi SDA Hutan
o  Inventarisasi SDA Air
o  Inventarisasi SDA Mineral
4.        Penyusunan Neraca SDA bagi Pembangunan Berkelanjutan
            Pembangunan berkelanjutan memerlukan pendataan mengenai tersedianya faktor produksi, tidak hanya faktor produksi kapital dan tenaga kerja tetapi juga faktor produksi yang berasal dari alam. Dengan diketahuinya persediaan SDA, maka para pembuat keputusan dan kebijakan akan lebih mampu mengelola SDA yang ada, mengembangkan dan memanfaatkannya. Pencatatan tersebut disebut Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan, yang mencatat baik persediaan maupun perubahanperubahan baik yang berupa penambahan maupun pengurangan persediaan SDA tertentu. Pembuatan neraca SDA dan lingkungan ini sebaiknya mencakup neraca fisik maupun neraca moneter tetapi neraca moneter memerlukan metode penilaian SDA yang cukup rumit. Neraca moneter sangat berguna bagi dasar penentuan pungutan atau royalti dan pajak bagi pemerintah. Walaupun saat ini telah lahir UU.No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang diantaranya mengatur dana perimbangan
5.        Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam Pengelolaan SDA
            Pengembangan konsep pengelolaan SDA secara terpadu diharapkan dapat mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan. Oleh karenanya dibutuhkan keterlibatan semua pihak baik pemerintah dengan seluruh perangkat terkait, pihak swasta dan atau pelaku ekonomi, serta masyarakat luas atau konsumen. Kesemua unsur tersebut perlu keterpaduan dan kebersamaan visi untuk menuju dan mensukseskan pembangunan berwawasan lingkungan.
            Berkenaan dengan upaya mensukseskan pembangunan berwawasan lingkungan, terdapat paling tidak ada 6 faktor penentu (Yakin, 1997 : 244-253) yaitu :
a.       Kehendak politik Pemerintah
b.      Peranan Institusi Lingkungan Pemerintah
c.       Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat
d.      Peranan Sektor Industri
e.       Peranan Media Massa
f.       Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat
            Sedangkan dalam rangka menerapkan konsep pengelolaan SDA secara terpadu dalam rangka mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan sebaiknya menempuh 5 (lima) jalur sebagai berikut (mengambil istilah Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc., 1997 : 32 mengenai peranan manusia dalam pelestarian alam) yaitu :
a.       Jalur Politis
b.      Jalur Organisasi
c.       Jalur Administrasi
d.      Jalur Profesi
e.       Jalur Ilmiah

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan, beberapa kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Sumberdaya Alam (SDA) sebagai salah satu unsur yang menentukan perkembangan ekonomi daerah. Struktur perekonomian daerah didominasi oleh SDA (pertanian, pertambangan dan galian). Namun demikian, share terhadap pendapatan daerah masih belum optimal.
2.        Upaya Pengelolaan SDA merupakan suatu keharusan. Hal ini mengingat ketersediaan SDA terbatas.
3.        Pengelolaan SDA Daerah memerlukan kebijakan yang bersifat konseptual, aspiratif, dan aplikatif. Oleh karena itu, pengelolaan secara partisipatif dengan mempertimbangkan penilaian secara menyeluruh dan terkoordinasi sesuai dengan kondisi dan peran masingmasing pemangku kepentingan.

Rekomendasi
          Sesuai dengan Pengembangan Konsep Pengelolaan SDA Daerah harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah sendiri
1.        Konsep Pengelolaan SDA secara terpadu merupakan salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan. Hal ini karena implikasinya yang sangat luas, disamping untuk kepentingan membuat berbagai kebijakan, juga yang terutama adalah bertujuan untuk memperkuat perekonomian nasional/daerah.
2.        Dalam rangka Penerapan suatu konsep pengelolaan SDA diperlukan penelitian/ pengkajian awal yang matang.


DAFTAR PUSTAKA

                       
Charles W. Howe, Natural Resource Economics , John Wiley & Sons, New York, 1979, ch. 1.      Irawan, Suparmoko M, Ekonomika Pembangunan, BPFE – Yogyakarta, Edisi 5, 1992,       Hal. 121-124.
Redclift, Michael. (1991). The Role of Agricultural Technology in Sustainable Development in.    P. Lowe, T. Marsden, and S. Whatmore (editors), Technological Change and The Rural            Environment. London : David Fulton Publisher, pp. 81-103.
Shirley Walter Allen, Conserving Natural Resources, Principles and Practice in a Demogracy,       McGraw-Hill Book Company, Inc. New York, 1959, Halaman 2-3.
Solihin, Amir dan Sudirja, Rija. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Terpadu Untuk       Memperkuat Perekonomian Lokal. Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNPAD: Padjajaran
Tietenberg, Tom, 1992a. Environmental and Natural Resources Economics. New York, USA:       Harper Collins Publishers Inc.
Tietenberg, Tom, 1992b. Innovation in Evironmental Policy: Economic and Legal Aspects of        Recent Development in Environmental Enforcement and Liability. Vermont, USA :          Edward Elgar.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat    dengan Daerah
Yakin, Addinul, (1997). Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan             Pembangunan Berkelanjutan. Cet. 1. Akademika Pressindo, Jakarta.
WCED, 1987. Our Common Future :Brundtland Report.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar